Seorang ayah yang selama ini berusaha menghindari 'melarang' anaknya merasa bingung setelah membaca sebuah artikel yang menyatakan bahwa orang yang mengharamkan kata "jangan" adalah yang telah melupakan Al Qur'an.
Hal tersebut ada sedikit kekeliruan mengenai penafsiran menghindari kata 'jangan' ini. Sesungguhnya dalam Al Qur'an itu jelas ada "Amr" yaitu perintah dan "Lai" yang berarti larangan. Yang menjadi masalah adalah ketika anak dilarang-larang namun tidak disertai degan pembiasaan adab-adab yang baik.
Perintah dan larang tidak akan menjadi masalah bagi anak, jika hal itu sudah terbangun dalam dirinya sejak ia masih kecil. Ketika diajarkan "jangan menyekutukan Allah!" Ia tidak merasa terbebani karena kecintaan pada Allah sudah dibangun sejak kecil. Ketika ada larangan "jangan mendekati zina" tidak menjadi masalah karena kebiasaan berbusana yang sesuai syariat telah dijalankan sejak kecil dan adab pergaulan sudah mendarah daging. Ia justru merasa malu dan risih jika berinteraksi dengan lawan jenis.
Perintah dan larangan d dalam Al Qur'an sesungguhnya berlaku untuk orang yang sudah aqil baliq. Sedangkan untuk anak usia dini atau pra baliq tidak ada dosa dan palaha artinya perintah dan larangan belum belaku.
Namun hal itu bukan berarti bahwa anak-anak dibiarkan saja melakukan hal yang dilarang dan tidak melakukan yang dianjurkan. Sejak dini anak-anak sebaiknya dibiasakan pada hidup yang benar dan positif seperti jujur, disiplin, teratur dan tepat waktu.
Kalau itu sudah terbangun dan terbiasa dengan sendirinya dia akan nyaman melakukan hal yang positif tersebut dan tidak akan nyaman melakukan hal yang dilarang, sehingga saatnya dia belajar agama tentang hal-hal yang harus dilakukan mereka dengan sendirinya cenderung akan menerima karena itu sudah ada dalam diri dia.
Tanamkan kebiasaan positif
Masukkan hal-hal POSITIF baik kata-kata, kebiasaan, penglihatan, pendengaran sebanyak memungkin ke dalam sistem lymbic (tempat penyimpanan memori jangka panjang) anak, maka itu akan menjadi fondasi yang kuat dalam diri anak. Misalnya biasakan saja buang sampah pada tempatnya sejak dini. sejak bayi perlihatkan ruang yang bersih dan setiap melihat sampah orang tua mencontohkan cara membuangnya ke dalam tempat sampah.
Siapkan tempat sampah yang menarik yang mudah dibuka oleh anak, misalnya yang terbuka tutupnya bila diinjak anak. Kalau anak sudah bisa berjalan kita bisa memotivasi dia untuk melakukan sendiri dan dihargai saat dia melakukannya. Jika dilatih terus menerus nanti dia akan terbiasa. Setiap melihat sampah maunya membuang ketempatnya. Kalau suatu saat dia besar dan bisa membaca kalimat "dilarang membuang sampah", hal itu sudah tidak menjadi masalah bagi dia. Anak tidak akan merasa berat dan kesulitan dengan larangan terseut. Lain dengan yang tidak terbangun dengan kebiasaan itu. Ada papan pengumauman sebesar apapun belum tentu dia mengikutinya. Contohnya larangan merokok yang dipasang di billboard raksasa tidak akan ada efeknya bagi seorang yang sudah terbiasa merokok.
Larangan justru memicu rasa penasaran
Dalam Al Qur'an An Nahl:125 disebutkan anjuran untuk menyeru manusia kepada jalan Allah dengan hikmah (bijaksana) hal ini menurut saya bisa dilihat dari tingkatan usianya. Kepada anak usia dini tentunya tidak akan dibebankan dulu perintah atau larangan berat.
Jika anak usia dini pedekatan pengasuhannya dengan mendahulukan larangan boleh jadi : Pertama, anak malah penasaran dan ingin mencoba. Dalam sebuah acara reality show ditunjukkan ada sebuah kotak dengan sebuah lubang sebesar kepala orang dewasa. Di lubang tersebut tertulis dua kalimat "dilarang lihat lubang ini" dan "jangan lihat lubang ini". Namun apa yang terjadi hampir setiap orang dewasa yang lewat situ memasukkan kepalanya ke dalam lubang tersebut. Manusia selalu memiliki kecenderungan untuk penasaran ingin mencoba yang dilarang. Dalam hidup anak ada fase munculnya kemandirian dengan ciri khas penolakan terhadap segala yang dianjurkan dan cenderung pada hal yang dilarang ini biasanya muncul pada fase usia 2-3 tahun. Oleh karena itu larangan malah tidak efektif pada anak-anak usia dini.
Kedua, anak menjadi tidak kreatif karena belum apa-apa sudah dilarang. Larangan terlalu sering akan mematikan rasa percaya diri. Ada kisah yang menceritakan seorang anak yang jika ditanya "siapa namamu?" ia menjawab "my name is John don't" karena ibunya sering berteriak "jangan", "John don't!" Lalu bagaimana cara menghindari kata jangan dalam keseharian? Katakanlah hal yang positif saja. Saat melarang anak ribut, kita bisa mengatakan, "kita berbicara dengan volume suara yang sedang". Saat melarang anak menumpahkan air di gelas, kita bisa bilang, "pastikan airnya tetap di gelas ya!"
Ketiga, anak menjadi tidak suka dengan agama dan Allah karena serba membatsi dan melarang. Hal ini pernah dialami seorang anak yang berusia 5 tahun, ia berkata, "aku mau jadi Allah aja, karna apa-apa Allah, apa-apa Allah!" Hal itu karena ibunya sering melarang atas nama Allah, "jangan begini nanti Allah marah!" Dahulukan yang positif tentang agama, maka anak akan nyaman dengan agama.
Nah kesimpulannya menghindari kata jangan adalah berlaku bagi anak usia dini. Ali bin Abi Thalib mengatakan dalam sebuah ungkapan yang mashur : "Ajaklah anak bermain dengan menyenangkan pada tujuh tahun pertama, dislipinkanlah anak pada tujuh tahun kedua, dan bersahabatlah pada anak usia tujuh tahun ketiga".
Post a Comment