Keanzikal Keanzikal Author
Title: KEKERASAN TERHADAP ANAK DALAM TINJAUAN YURIDIS SOSIOLOGIS
Author: Keanzikal
Rating 5 of 5 Des:
Berbagai kekerasan, penyimpangan dan eksploitasi terhadap anak akhir-akhir ini kian merebak sehingga sudah sangat meresahkan dan mengkhaw...

Berbagai kekerasan, penyimpangan dan eksploitasi terhadap anak akhir-akhir ini kian merebak sehingga sudah sangat meresahkan dan mengkhawatirkan bagi terpenuhinya perlindungan hukum untuk anak. Meskipun Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak telah berlaku selama 4 (empat) tahun tetapi kekerasan terhadap anak tidak menyurut bahkan dari data yang terpantau di Komisi Nasional Perlindungan Anak terlihat semakin meningkat dari tahun ke tahun. 

Apabila kita cermati, sesungguhnya anak merupakan anggota keluarga yang paling rentan, karena anak kerap menjadi korban kekerasan dari keluarga maupun lingkungannya. Keluarga mempunyai potensi yang besar untuk menenkan anak dalam segala hal. Anak kerap ditelantarkan, diperlakukan kasar, dan menjadi korban penyimpangan pengasuhan, padalah masa depan kita terletak pada seberapa maksimal perhatian kita pada anak-anak kita, karena anak adalah asset orang tua, keluarga dan lebih dari itu asset bangsa yang kelak akan menjadi tokoh utama yang akan menjalankan lokomotif pembangunan. Kasus kekerasan yang menimpa anak tidak hanya terjadi di daerah perkotaan, tetapi juga banyak melanda daerah pedesaan. 

Tindak kekerasan terhadap anak merupakan permasalahan yang cukup kompleks, karena mempunyai dampak negatif yang serius, baik bagi korban maupun lingkungan sosialnya. Secara umum kekerasan didefinisikan sebagai suatu tindakan yang dilakukan satu individu terhadap individu lain yang mengakibatkan gangguan fisik dan atau mental. Undang–Undang No. 23 Tahun 2003 Tentang Perlindungan Anak, dalam pasal 4 menyebutkan bahwa : “Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.

Tindak kekerasan terhadap anak adalah perilaku dengan sengaja (verbal dan non verbal) yang ditujukan untuk mencederai atau merusak anak, baik berupa serangan fisik atau merusak anak, mental sosial, ekonomi maupun seksual yang melanggar hak asasi manusia, bertentangan dengan nilai-nilai dan norma-norma dalam masyarakat, berdampak trauma psikologis bagi korban. Dampak dari tindak kekerasan terhadap anak yang paling dirasakan yaitu pengalaman traumatis yang susah dihilangkan pada diri anak, yang berlanjut pada permasalahan-permasalahan lain, baik fisik, psikologis maupun sosial. 

Yang dimaksud dengan anak ialah individu yang belum mencapai usia 18 tahun. Oleh karena itu, kekerasan pada anak adalah tindakan yang dilakukan seseorang/individu pada mereka yang belum genap berusia 18 tahun yang menyebabkan kondisi fisik dan atau mentalnya terganggu. Seringkali istilah kekerasan pada anak ini dikaitkan dalam arti sempit dengan tidak terpenuhinya hak anak untuk mendapat perlindungan dari tindak kekerasan dan eksploitasi. Kekerasan pada anak juga sering kali dihubungkan dengan lapis pertama dan kedua pemberi atau penanggung jawab pemenuhan hak anak yaitu orang tua (ayah dan ibu) dan keluarga. Kekerasan yang disebut terakhir ini dikenal dengan perlakuan salah terhadap anak atau child abuse yang merupakan bagian dari kekerasan dalam rumah tangga (domestic violence).

Kekerasan pada anak atau perlakuan salah pada anak adalah suatu tindakan semena-mena yang dilakukan oleh seseorang seharusnya menjaga dan melindungi anak (caretaker) pada seorang anak baik secara fisik, seksual, maupun emosi. Pelaku kekerasan di sini karena bertindak sebagai caretaker, maka mereka umumnya merupakan orang terdekat di sekitar anak. Ibu dan bapak kandung, ibu dan bapak tiri, kakek, nenek, paman, supir pribadi, guru, tukang ojek pengantar ke sekolah, tukang kebun, dan seterusnya. Banyak teori yang berusaha menerangkan bagaimana kekerasan ini terjadi, salah satu di antaranya teori yang berhubungan dengan stress dalam keluarga (family stress). Stres dalam keluarga tersebut bisa berasal dari anak, orang tua, atau situasi tertentu. Tindak kekerasan terhadap anak merupakan permasalahan yang cukup kompleks, karena mempunyai dampak negatif yang serius, baik bagi korban maupun lingkungan sosialnya.

Kekerasan pada anak merupakan pelanggaran HAM berat yang dapat mengakibatkan :
  1. Mengabaikan hak asasi orang;
  2. Mengakibatkan penderitaan fisik, mental dan sosial;
  3. Mengganggu tumbuh kembang anak;
  4. Menghambat masa depan;
Banyak teori yang berusaha menerangkan bagaimana kekerasan ini terjadi, salah satu diantaranya teori yang berhubungan dengan stress dalam keluarga (family stress). Stres dalam keluarga tersebut bisa berasal dari anak, orang tua, atau situasi tertentu, bisa kita jabarkan sebagai berikut :
  • Stres berasal dari anak misalnya anak dengan kondisi fisik, mental, dan perilaku yang terlihat berbeda dengan anak pada umumnya. Bayi dan usia balita, serta anak dengan penyakit kronis atau menahun juga merupakan salah satu penyebab stres;
  • Stres yang berasal dari orang tua misalnya orang tua dengan gangguan jiwa (psikosis atau neurosa), orang tua sebagai korban kekerasan di masa lalu, orang tua terlampau perfeksionis dengan harapan pada anak terlampau tinggi, orang tua yang terbiasa dengan sikap disiplin;
  • Stres berasal dari situasi tertentu misalnya terkena PHK (pemutusan hubungan kerja) atau pengangguran, pindah lingkungan, dan keluarga sering bertengkar. 
Dengan adanya stres dalam keluarga dan faktor sosial budaya yang kental dengan ketidaksetaraan dalam hak dan kesempatan, sikap permisif terhadap hukuman badan sebagai bagian dari mendidik anak, maka para pelaku makin merasa sah untuk mendera anak. Dengan sedikit factor pemicu, biasanya berkaitan dengan tangisan tanpa henti dan ketidakpatuhan kepada pelaku, terjadilah penganiayaan pada anak yang tidak jarang membawa malapetaka bagi anak dan keluarganya. 

Bentuk–bentuk tindak kekerasan terhadap anak. Fisik (dianiaya di luar batas : dipukul, dijambak, ditendang, diinjak, dicubit, dicekik, dicakar, dijewer, dietrika, disiram air panas, dsb); Psikis (dihina, dicaci maki, diejek, dipaksa melakukan sesuatu yang tidak dikehendaki, dibentak, dimarahi, dihardik, diancam, dsb); Seksual (diperkosa, disodomi, diraba-raba alat kelaminnya, diremas-remas payudaranya, dicolek pantatnya, diraba- raba pahanya, dipaksa melakukan oral sex, dijual pada mucikari, dipaksa menjadi pelacur, dipaksa bekerja diwarung remang-remang dan pelecehan seksual lainnya); Ekonomi (dipaksa bekerja menjadi pemulung, dipaksa mengamen, dipaksa menjadi pembantu rumah tangga, dipaksa mengemis, dsb).

Perlindungan hukum terhadap anak korban kekerasan

Saat tindakan kekerasan pada anak terjadi, pelaku tidak sadar bahkan mungkin tidak tahu bahwa tindakannya itu akan diancam dengan pidana penjara atau denda yang tidak sedikit, bahkan jika pelaku ialah orangtuanya sendiri maka hukuman akan ditambah sepertiganya. Dalam pasal 80 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dijelaskan sebagai berikut: (1). Setiap orang yang melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan, atau penganiayaan terhadap anak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan dan/atau denda paling banyak Rp. 72.000.000.-. (2). Dalam hal anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) luka berat, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 100.000.000.-. (3). Dalam hal anak yang dimaksud ayat 2 mati, maka pelaku dipidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda paling banyak RP.200.000.000.-. Pidana dapat ditambah sepertiga dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3) apabila yang melakukan penganiayaan tersebut orang tuanya.

Upaya pencegahan tindak kekerasan terhadap anak

Mengingat sedemikian kompleks kekerasan pada anak ini maka usaha pencegahan kekerasan pada anak tidak hanya tergantung pada program dan layanan yang telah disediakan oleh pemerintah melainkan juga sangat tergantung pada bagaimana masyarakat memaknai issu kekerasan ini. Beberapa indikator bahwa pemerintah atau Negara menempatkan anak sebagai prioritas utama di antaranya adalah sebagai berikut :
  1. Kemarahan warga termotivasi dan mereka akan bertindak saat mendengar ada anak yang mengalami kekerasan;
  2. Perumahan yang memadai tersedia bagi seluruh keluarga, layanan kesehatan dapat terjangkau seluruh keluarga;
  3. Sistem layanan sosial dapat dijangkau keluarga saat mereka membutuhkan bantuan sebelum kekerasan pada anak terjadi;
  4. Materi umum mengenai bimbangan dan perawatan anak serta materi komunikasi interpersonal, penyelesaian konflik tanpa kekerasan, dijumpai dalam kurikulum sekolah mulai taman kanak-kanak sampai sekolah lanjutan dan diteruskan untuk pendidikan bagi orang dewasa;
  5. Program pendidikan dan latihan kerja tersedia bagi pekerja dalam rangka memperoleh pekerjaan dan upah yang memadai;
  6. Kebijakan tempat kerja yang mendukung keluarga seperti perjanjian kerja yang memungkinkan karyawan memilih waktu kerjanya sendiri;
  7. Setiap orang tua memiliki akses untuk menolong dirinya dan kelompok pendukung;
  8. Model-model kampanye anti kekerasan jelas terlihat;
  9. Sistem hukum, pidana atau perdata, memiliki dana, staf terlatih yang cukup untuk menyelesaikan kasus kekerasaan dengan tepat dan adil;
  10. Program pendidikian bagi orang tua berbasis budaya dan etnis tersedia bagi seluruh orang tua yang baru punya anak.
Ketika masyarakat sadar akan keberadaan kekerasan pada anak ini sebagai salah satu masalah mereka yang meresahkan, maka dengan sendirinya masyarakat sangat berkeingingan untuk membantu seluruh upaya layanan, program ataupun kebijakan terkait dengan pencegahan kekerasan pada anak. Upaya pencegahan kekerasan pada anak dapat dilaksanakan dari dua sisi, masyarakat dan pemerintah. Pemerintah sangat diharapkan memiliki komitmen dasar nasional yang sungguh-sungguh untuk anak. Sebagai langkah awal dimulai dengan inisiatif pemimpin atau tokoh nasional untuk ambil bagian untuk mendukung upaya pencegahan sebagai salah satu usaha penting memerangi kekerasan pada anak. Tokoh atau pemimpin berkaliber nasional berinisiatif mendukung upaya ini, dengan kemampuannya bisa mempengaruhi kebijakan baik pada sektor privat atau publik. Aksi berikut yang perlu diambil adalah memasukan langkah Pencegahan kekerasan pada anak secara komprehensif ke dalam sistim peradilan. Sistim hukum yang ada, baik peradilan anak, pidana, dan perdata, seluruh peraturan dan prosedurnya harus sedemikan rupa sehingga sensitif dengan kebutuhan anak dan keluarga. Tentu dalam hal ini harus ditunjang pula dengan jumlah tenaga hakim, pengacara, staf pengadilan terlatih yang memadai. Bagi masyarakat, keluarga, atau orang tua diperlukan kebijakan, layanan, sumberdaya, dan pelatihan pencegahan kekerasan pada anak yang konsisten dan terus menerus. Strategi pencegahan ini meliputi :
  1. Pencegahan primer, Untuk semua orang tua dalam upaya meningkatkan kemampuan pengasuhan dan menjaga agar perlakuan salah atau abuse tidak terjadi, meliputi perawatan anak dan layanan yang memadai, kebijakan tempat bekerja yang medukung, serta pelatihan life skill bagi anak.Yang dimaksud dengan pelatihan life skill meliputi penyelesaian konflik tanpa kekerasan, ketrampilan menangani stress, manajemen sumber daya, membuat keputusan efektif, komunikasi interpersonal secara efektif, tuntunan atau guidance dan perkembangan anak, termasuk penyalahgunaan narkoba;
  2. Pencegahan sekunder, ditujukan bagi kelompok masyarakat dengan risiko tinggi dalam upaya meningkatkan ketrampilan pengasuhan, termasuk pelatihan dan layanan korban untuk menjaga agar perlakuan salah tidak terjadi pada generasi berikut. Kegiatan yang dilakukan di sini di antaranya dengan melalukan kunjungan rumah bagi orang tua yang baru mempunyai anak untuk melakukan self assessment apakah mereka berisiko melakukan kekerasan pada anak di kemudian hari;
  3. Pencegahan tersier, dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan pengasuhan yang menjaga agar perlakuan salah tidak terulang lagi, di sini yang dilakukan adalah layanan terpadu untuk anak yang mengalami korban kekerasan, konseling, pelatihan tatalaksana stres. pada saat kasus kekerasan pada anak ditemukan, sebenarnya ada masalah dalam pengasuhan anak (parenting disorder) di belakang kejadian tersebut. Maka dari itu, dasar dari strategi pencegahan adalah tersedianya secara luas akses untuk mendapatkan informasi pengasuhan bagi para orang tua khususnya bagi mereka yang memiliki anak pertama. Di sisi lain, anak dengan segala haknya harus pula dimengerti dan dipahami para orang tua sebagai orang yang paling bertanggung jawab atas pemenuhan hak anak tersebut. Semua usaha yang dilakukan dalam rangka mengubah perilaku orang tua agar melek informasi pengasuhan dan hak anak. membutuhkan upaya edukasi sejak dini dan terus menerus. Sehingga pendidikan sebagai bagian dari strategi pencegahan kekerasan pada anak menjadi sangat penting.
Kesimpulan

Berdasakan hasil pembahasan diatas dapat mengambil sebuah kesimpulan dilihat dari aspek nilai-nilai substansi dan tinjauan hukumnya adalah sebagai berikut :
  1. Tindakan kekerasan terhadap anak apapun alasannya, baik sengaja maupun tidak sengaja tidaklah dibenarkan;
  2. Pemerintah memberikan sanksi yang cukup tegas dalam upaya perlindungan anak terhadap tindak kekerasan yakni dalam Dalam pasal 80 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dijelaskan sebagai berikut: (1). Setiap orang yang melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan, atau penganiayaan terhadap anak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan dan/atau denda paling banyak Rp. 72.000.000.-. (2). Dalam hal anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) luka berat, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 100.000.000.-. (3). Dalam hal anak yang dimaksud ayat 2 mati, maka pelaku dipidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda paling banyak RP.200.000.000.-. Pidana dapat ditambah sepertiga dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3) apabila yang melakukan penganiayaan tersebut orang tuanya.
  3. Upaya pencegahan untuk meminimalisasi tindak kekerasan pada anak dapat dilakukan pada lingkup orang tua, kelompok masyarakat dengan risiko tinggi, pelayanan terpadu.
Saran

Pemerintah maupun masyarakat harus berperan aktif dalam masalah ini, untuk itu pemerintah harus melakukan langkah – langkah, antara lain :
  • Pemberian jaminan, dan perlindungan kepada anak – anak yang membutuhkan perlindungan khusus untuk terjaminnya pemenuhan hak-hak mereka;
  • Penyediaan perangkat hukum dan penegakannya yang terkait dengan perlindungan anak;
  • Revitalisasi lembaga yang terkait dengan permasalahan anak yang membutuhkan perlindungan khusus;
  • Peningkatan kesadaran dan partisipasi masyarakat maupun lembaga dalam upaya perlindungan anak;
  • Peningkatkan kerjasama antara lembaga pelaksana perlindungan anak baik lokal, nasional, regional, maupun internasional;
  • Mengembangkan sistem informasi yang menyediakan data dan informasi tentang perlindungan anak;
  • Memperkuat kualitas dan jangkauan pelayanan dan rehabilitasi perlindungan anak yang menekankan pada upaya preventif, berorientasi pada keluarga, berbasiskan masyarakat, integratif, komprehensif, dan akuntabel;
  • Mengembangkan jaringan kerja antara semua pihak yang terkait dengan perlindungan anak;
  • Meningkatkan responsivitas semua pihak terkait, baik pemerintah maupun masyarakat dalam upaya pencegahan pelanggaran hak anak dan perlindungan bagi anak-anak yang membutuhkan perlindungan khusus.

About Author

Advertisement

Post a Comment

 
Top