Keanzikal Keanzikal Author
Title: PEMAHAMAN HUKUM ADAT DALAM HUKUM POSITIF INDONESIA
Author: Keanzikal
Rating 5 of 5 Des:
Di dalam hukum positif kita, istilah Hukum Adat adalah istilah yang sudah dikenal luas. Tetapi bilamana ditanya tentang pandangannya meng...
 Hukum Adat
Di dalam hukum positif kita, istilah Hukum Adat adalah istilah yang sudah dikenal luas. Tetapi bilamana ditanya tentang pandangannya mengenai apa itu dan bagaimana Hukum Adat? Pandangan dan penilaian mereka beraneka ragam terhadap Hukum Adat. 

Hukum Adat adalah hukum yang merupakan pernyataan nilai-nila hukum dan keadilan masyarakat. Dengan demikian Hukum adat adalah salah satu aspek dari kebudayaan yang dianut dan dihayati oleh rmasyarakat. Dengan demikian bagi masyarakat Hukum Adat dirasakan dan dijalani secara wajar dalam segala segi kehidupan bermasyarakat sehari-hari.

Hukum Adat bagi masyarakat merupakan dan dirasakan sebagai hukum yang sudah sedemikan seharusnya. Hukum Adat bagi masyarakat adalah kaidah-kaidah yang menjadi motif untuk berbuat sebagai masyarakat dalam hubungan hukum. Perhatian mempelajari Hukum Adat oleh masyarakat dilakukan dengan praktis dibawah bimbingan orang-orang yang sudah dianggap ahli (Tetua Adat). 

Di Indonesia hukum adat diartikan sebagai hukum Indonesia asli yang tidak tertulis dalam bentuk perundang-undangan Republik Indonesia. Hukum Adat sering dipandang sebagai sebuah tradisi sehingga terkesan sangat lokal, ketinggalan jaman, tidak sesuai dengan ajaran agama dan lain-lainnya. Hal ini dapat dimaklumi karena “adat” adalah suatu aturan tanpa adanya sanksi riil (hukuman) di masyarakat kecuali menyangkut soal dosa adat yang erat berkaitan dengan soal-soal pantangan untuk dilakukan (tabu dan kualat). Terlebih lagi muncul istilah-istilah adat budaya, adat istiadat, dll. 

Istilah-istilah dalam pemahaman adat didasarkan atas tingkatan, antara lain :
  • Adat adalah hukum dan aturan yang berlaku di masyarakat dibuat atas dasar kesepakatan;
  • Adat yang diadatkan yaitu komunitas yang mempunyai ketentuan-ketentuan hukum telah ditetapkan;
  • Adat yang teradat yaitu jika produk hukum itu sudah menjadi adat kebiasaan masih tetap diberlakukan di tengah masyarakatnya;
  • Adat Istiadat yaitu kebiasaan-kebiasaan secara turun temurun yang didasarkan pada kebiasaan-kebiasaan leluhur (lebih pada ketentuan-ketentuan tata cara ritual) yang kini perlu mengalami perubahan untuk disesuaikan (transformasi) pada era masa kini.
Dalam perkembangannya Hukum Adat mempunya dua arti, yaitu
  1. Hukum kebiasaan yang bersifat tradisional disebut juga hukum adat, adalah hukum yang dipertahankan dan berlaku di lingkungan masyarakat hukum adat tertentu. Contoh : hukum adat Batak, hukum adat Jawa, dll.
  2. Hukum kebiasaan, adalah hukum yang berlaku dalam kehidupan masyarakat, dalam hubungan pergaulan antara yang satu dan yang lain, dalam lembaga-lembaga masyarakat dan dalam lembaga-lembaga kenegaraan, kesemuanya yang tidak tertulis dalam bentuk perundangan.
Ciri-ciri hukum adat adalah :
  • Tidak tertulis dalam bentuk perundangan dan tidak dikodifikasi;
  • Tidak tersusun secara sistematis;
  • Tidak dihimpun dalam bentuk kitab perundangan;
  • Tidak tertatur;
  • Keputusannya tidak memakai konsideran (pertimbangan);
  • Pasal-pasal aturannya tidak sistematis dan tidak mempunyai penjelasan; 
Tiga dimensi hukum adat yang mengatur gerak hidup manusia dimuka bumi ini yaitu :
  1. Dimensi Adat Tapsila (Akhlakul Qarimah), yaitu dimensi yang mengatur norma-norma dan etika hubungannya dengan lingkungan sosial budaya, pergaulan alam dan keamanan lahir batin;
  2. Dimensi Adat Krama, yaitu dimensi yang mengatur hukum dalam hubungan perluasan keluarga (perkawinan) yang sarat dengan aturan-aturan hukum adat yang berlaku di masyarakat;
  3. Dimensi Adat Pati / Gama, yaitu dimensi yang mengatur tata cara dan pelaksanaan upacara ritual kematian dan keagamaan sehingga dimensi adat Pati kerap disebut sebagai dimensi adat Gama (disesuaikan dengan ajaran agama masing-masing).
Memang tidak semua kebiasaan-kebiasaan, tradisi, atau adat itu merupakan hukum. Ada perbedaan antara adat-istiadat/tradisi dengan hukum adat. Menurut Van Vollen Hoven ahli hukum adat Barat mengatakan hanya adat yang bersaksi memupunyai sifat hukum serta merupakan hukum adat. Sanksinya adalah berupa reaksi dari masyarakt hukum yang bersangkutan. Reaksi adat masyarakat hukum yang bersangkutan ini dalam pelaksanaannya sudah barang tentu dilakukan oleh penguasa masyarakat hukum dimaksud. Penguasa masyarakt hukum yang bersangkutan menjatuhkan sanksinya terhadap si pelanggar peraturan adat, menjatuhkan keputusan hukum. 

Hukum adat disebut hukum jika ada dua unsur didalamnya. Pertama, unsur kenyataan, bahwa adat itu dalam keadaan yang sama selalu diindahkan oleh rakya. Kedua, unsur psikologis bahwa terdapat adanya keyakinan pada rakyat, bahwa adat dimasud mempunyai kekuatan hukum dan punya sanksi yang mengikat. Dengan dua unsur diatas ini lah yang menimbulkan kewajiban hukum (opinio yuris neccessitatis).

Dasar Hukum Sah Berlakunya Hukum Adat 

Dalam Batang Tubuh UUD 1945, tidak satupun pasal yang mengatur tentang hukum adat. Oleh karena itu, aturan untuk berlakunya kembali hukum adat ada pada Aturan Peralihan UUD 1945 Pasal II, yang berbunyi: 
Segala badan Negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini”. 
Aturan Peralihan Pasal II ini menjadi dasar hukum sah berlakunya hukum adat. Dalam UUDS 1950 Pasal 104 disebutkan bahwa segala keputusan pengadilan harus berisi alasan-alasannya dan dalam perkara hukuman menyebut aturanaturan Undang-Undang dan aturan adat yang dijadikan dasar hukuman itu. Tetapi UUDS 1950 ini pelaksanaannya belum ada, maka kembali ke Aturan Peralihan UUd 1945. 

Dalam Pasal 131 ayat 2 sub b. I.S. menyebutkan bahwa bagi golongan hukum Indonesia asli dan Timur asing berlaku hukum adat mereka, tetapi bila kepentingan sosial mereka membutuhkannya, maka pembuat Undang-Undang dapat menentukan bagi mereka : 
  1. Hukum Eropa 
  2. Hukum Eropa yang telah diubah 
  3. Hukum bagi beberapa golongan bersama dan 
  4. Hukum baru yaitu hukum yang merupakan sintese antara adat dan hukum mereka yaitu hukum Eropa. 
Pasal 131 ini ditujukan pada Undang-Undangnya, bukan pada hakim yang menyelesaikan sengketa Eropa dan Bumi Putera. Pasal 131 ayat (6) menyebutkan bahwa bila terjadi perselisihan sebelum terjadi kodifikasi maka yang berlaku adalah hukum adat mereka, dengan syarat bila berhubungan dengan Eropa maka yang berlaku adalah hukum Eropa. Dalam UU No. 19 tahun 1964 pasal 23 ayat (1) menyebutkan bahwa segala putusan pengadilan selain harus memuat dasar-dasar dan alasan-alasan putusan itu jug aharus memuat pula pasal-pasal tertentu dari peraturan yang bersangkutan atau sumber hukum tidak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili. UU No. 19 tahun 1964 ini direfisi jadi UU No. 14 tahun 1970 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman karena dalam UU No. 19 tersebut tersirat adanya campur tangan presiden yang terlalu besar dalam kekuasaan yudikatif. Dalam Bagian Penjelasan Umum UU No. 14 tahun 1970 disebutkan bahwa yang dimansud dengan hukum yang tidak tertulis itu adalah hukum adat. 

Dalam UU No. 14 tahun 1970 Pasal 27 (1) ditegaskan bahwa hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti dan memahami nilainilai hukum yang hidup di masyarakat. 

Sumber-Sumber Hukum Adat 

Sumber-sumber hukum adat adalah :
  1. Adat-istiadat atau kebiasaan yang merupakan tradisi rakyat 
  2. Kebudayaan tradisionil rakyat 
  3. Ugeran/ Kaidah dari kebudayaan Indonesia asli 
  4. Perasaan keadilan yang hidup dalam masyarakat 
  5. Pepatah adat 
  6. Yurisprudensi adat 
  7. Dokumen-dokumen yang hidup pada waktu itu, yang memuat ketentuan - ketentuan hukum yang hidup
  8. Kitab-kitab hukum yang pernah dikeluarkan oelh Raja-Raja
  9. Doktrin tentang hukum adat 
  10. Hasil-hasil penelitian tentang hukum adatNilai-nilai yang tumbuh dan berlaku dalam masyarakat. 
Pembidangan Hukum Adat

Mengenai pembidangan hukum adat tersebut, terdapat pelbagai variasi, yang berusaha untuk mengidentifikasikan kekhususan hukum adat, apabiladibandingkan dengan hukum Barat. Pembidangan tersebut biasanya dapat diketemukan pada buku-buku standar, dimana sistematika buku-buku tersebut merupakan suatu petunjuk untuk mengetahui pembidangan mana yang dianut oleh penulisnya. Van Vollen Hoven berpendapat, bahwa pembidangan hukum adat, adalah sebagai berikut : 
  1. Bentuk-bentuk masyarakat hukum adat 
  2. Tentang Pribadi 
  3. Pemerintahan dan peradilan 
  4. Hukum Keluarga 
  5. Hukum Perkawinan 
  6. Hukum Waris 
  7. Hukum Tanah 
  8. Hukum Hutang piutang 
  9. Hukum delik 
  10. Sistem sanksi. 
Soepomo Menyajikan pembidangnya sebagai berikut : 
  1. Hukum keluarga 
  2. Hukum perkawinan 
  3. Hukum waris 
  4. Hukum tanah 
  5. Hukum hutang piutang 
  6. Hukum pelanggaran 
Ter Harr didalam bukunya “Beginselen en stelsel van het Adat-recht”, mengemukakan pembidangnya sebagai berikut : 
  1. Tata Masyarakat 
  2. Hak-hak atas tanah 
  3. Transaksi-transaksi tanah 
  4. Transaksi-transaksi dimana tanah tersangkut 
  5. Hukum Hutang piutang 
  6. Lembaga/ Yayasan 
  7. Hukum pribadi 
  8. Hukum Keluarga 
  9. Hukum perkawinan
  10. Hukum Delik 
  11. Pengaruh lampau waktu 
Pembidangan hukum adat sebagaimana dikemukakan oleh para sarjana tersebut di atas, cenderung untuk diikuti oleh para ahli hukum adat pada dewasa ini. Surojo Wignjodipuro, misalnya, menyajikan pembidangan, sebagai berikut : 
  1. Tata susunan rakyat Indonesia 
  2. Hukum perseorangan 
  3. Hukum kekeluargaan 
  4. Hukum perkawinan 
  5. Hukum harta perkawinan 
  6. Hukum (adat) waris 
  7. Hukum tanah 
  8. Hukum hutang piutang 
  9. Hukum (adat) delik 
Tidak jauh berbeda dengan pembidangan tersebut di atas, adalah dari Iman Sudiyat didalam bukunya yang berjudul “Hukum Adat, Sketsa Asa”, yang mengajukan pembidangan, sebagai berikut : 
  1. Hukum Tanah 
  2. Transaksi tanah 
  3. Transaksi yang bersangkutan dengan tanah 
  4. Hukum perutangan 
  5. Status badan pribadi 
  6. Hukum kekerabatan 
  7. Hukum perkawinan 
  8. Hukum waris 
  9. Hukum delik adat
Demikian pengertian dan pemahaman hukum Adat dalam hukum positif Indonesia, semoga bermanfaat.

About Author

Advertisement

Post a Comment

 
Top