Keanzikal Keanzikal Author
Title: MENAHAN MARAH MERAIH JANNAH
Author: Keanzikal
Rating 5 of 5 Des:
Meski marah adalah naluri manusia tetapi kita tidak boleh mengumbar semau diri kita sendiri. Ia tetap harus dikendalikan. Pastinya demi m...

Meski marah adalah naluri manusia tetapi kita tidak boleh mengumbar semau diri kita sendiri. Ia tetap harus dikendalikan. Pastinya demi meraih derajat tinggi di sisi Allah berupa jannah. Mari kita kendalikan marah drmi meraih jannah.

Seorang lelaki bernama Jariyah bin Qudamah mendatangi Rasulullah SAW, "Berilah aku wasiat". Pinta laiki-laki tersebut. "Engkau jangan marah!" Jawab Rasulullah SAW. Sang sahabat tersebut mengulangi beberapa kali permintaannnya. Dan jawaban Rasulullah SAW pun tetap, "Engkau jangan marah!"

Jangan marah ! Sebuah nasehat singkat dari Nabi SAW. Meski singkat, nasehat tersebut padat akan berbagai perkara kebaikan. Buktinya ketika lelaki  tersebut mengulang-ulang permintaannya, Rasulullah SAW tetap memberikan jawaban yang sama. Nasihat yang diberikan Rasulullah SAW kepada lelaku tersebut juga menunjukkan bahwa marah adalah pokok berbagai kejahatan, dan menahan diri darinya adalah pokok segala kebaikan.

Ketika seseorang marah, maka darahnya bergejolak, sehingga dia mudah emosi, dadanya membaram uratnya menegang, wajahnya memerah dan terkadang ungkapan dan tindakannya tidak masuk akal. Selain itu, marah juga dapat menimbulkan perbuatan yang tidak terpuji, memukulm menyiksa dan menyakiti. Bahkan, biasanya disertai dengan mengeluarkan perkataan-perkataan yang diharam kan seperti menuduh, mencacimaki dan berkata kotor.

Sejatinya marah itu adalah naluri yang diberikan oleh allah SWT. Marah tidaklah bisa dihilangkan. Ibnu Hajar Al-'Asqalani  rahimahullah berkata, "Adapun hakikat marah tidaklah dilarang karena merupakan perkara tabi'at yang tidak bisa hilang dari perilaku kebiasaan manusia". Meski marah adalah salah satu fitra mausiawi pemberian Sang Khaliq, namun Allah SWT dan Rasulullah SAW memerintahkan memerintahkan umat Islam untuk menahannya.

Imam Al-Ghazali, mengatakan, "Barang siapa tidak marah, maka ia lemah dari melatih diri. Yang baik adalah, mereka yang marah namun bisa menahan dirinya".

Iman Nawawi menyatakan bahwa larangan marah  itu bukan untuk marah kita sendiri, bukan berarti kita tidak boleh marah, tetapi jangan sampai kemarahan kita dipumpahkan dengan kekasaran atau kata-kata kotor yang mengakibatkan kebencian dan kerusakan.

Marah yang terpuji

Marah ada yang harus ditahan, ada pula yang diperbolehkan. Sebab diperbolehkannya marah, apabila dilakukan karena Allah Azza wa Jalla dalam membela agama Allah wa Jalla dengan ikhlas, membela hak-hak-Nya, dan tidak menuruti hawa nafsu. Seperti yang dilakukan oleh Rasullulah Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau marah karena ada hukum-hukum Allah dan syaria'at-Nya yang dilanggar.

Rasulullah SAW tidak pernah marah marah jika celaan hanya tertuju pada pribadinya dan beliau sangat marah ketika melihat atau mendengar sesuatu yang dibenci Allah, maka belau tidak diam, beliau marah dan berbicara. Ketika Nabi SAW melihat kelambu rumah Aisyah ada gambar makhluk hidupnya (yaitu gambar kuda bersayap) maka merah wajah Belau dan bersabda, "Sesungguhnya orang yang paling keras siksaannya pada hari kiamat adalah orang membuat gambar seperti gambar ini". (HR. Al-Bukhari dan Muslim). Marah yang dicontohkan Rasulullah SAW adalah mahar yang diperbolehkan. Bahkan, ia marah yang terpuji. Adapun marah yang tidak diperbolehkan (harus ditahan) apabila dilakukan karena membela diri, kepentingan duniawi dan melewati batas.

Wajib bagi setiap muslim menempatkan nafsu amarahnya terhadap apa yang diperbolehkan oleh Allah SWT, tidak melampaui batas terhadap apa yang dilarang sehingga nafsu amarahnya tidak mengarah kepada kemaksiatan, kemunafikan apalagi sampai kepada kekafiran. Kita harus melatih diri kita agar tidak menjadi orang yang mudah marah dan menahan marah kita agar kemarakan kita tidak berlebihan.

Kuat itu menahan marah

Sekilas, jika kita melihat orang berbadan tinggi besar, tegap dan berotot, maka kita akan mengatakan, "dia orang yang kuat". Tetapi jika dia tak mampu menahan marah, maka hakikatnya dia bukan orang yang kuat. kenapa ? karena pada hakikatnya, orang yang kuat itu, adalah orang yang mampa menahan marahnya. Tentu marah yang tak berkaitan dengan oembelaan agama. Rasullulah SAW memuji orang yang dapat mengendalikan dirinya ketika marah. Menurut Syari'at Islam, orang yang kuat adalah oranga yang mempu melawan dan mengekang hawa nafsunya ketika marah. Raulullah SAW bersabda : "Orang yang kuat itu bukanlah yang pandai bergulat, tetapi orang yang kuat ialah orang yang dapat mengendalikan dirinya ketika marah". (HR. Muslim).

Pad diri manusia terdapat tiga kekuatan jiwa, yaitu : kekuatan amarah, kekuatan syahwat dan kekuatan akal. Kebaikan jiwa seseorang meuslim sangat ditentukan oleh kebaikan tiga kekuatan ini. Oleh karena itu Rasulullah SAW menyeru kepada setiap muslim supaya memiliki kemampuan untuk mengawal dan mengendalikannya. Jangan sampai dia menjadi orang yang lemah dan tidak berdaya menguasai dan mengendalikan tiga kekuatan tersebut. Maka sangat tepat jika Rasulullah menyebutkan, "Sesungguhnya orang yang kuat adalah orang yang mampu menguasainya dirinya ketika marah".

Tahan marah, raih jannah

Rasulullah SAW juga menjelaskan tentang keutamaan orang yang dapat menahan amarahnya, beliau bersabda : "Barang siapa menahan amrah padalah ia mampu melakukannya, pada hari kiamat Allah akan memanggilnya di hadapan seluruh makhluk, kemudian Allah menuruhnya untuk memilih bidadari yang disukai. (HR. At-Tirmidzi). Rasulullah SAW pernah bersabda kepada sahabatnya, "Jangan kamu marah, maka kamu akan masuk surga". (HR. Ath-Thabarani).

Betapa mulianya orang yang mampu menahan dan mengendalikan marah. Selain itu, digambarkan sebagai orang yang kuat, dia juga akan diganjar dengan jannah (surga). Bahkan, dia bisa memilih bidadari yang dia sukai. Subhanallah !!!!

About Author

Advertisement

Post a Comment

 
Top